Menjawab Komentar Saudara “peter”
Beberapa saat lalu kalau tidak salah tepatnya hari selasa (26/5) tulisan saya yang berjudul “Papua Diambang Kehancuran” ditayangkan di website kabar Indonesia. yang sekaligus menjadi berita utama.
Tulisan itupun dibuat berdasarkan hasil wawancara singkat penulis dengan salah satu tokoh agama sekaligus tokoh pendidikan di Kabupaten Nabire. Beliau adalah Pdt. Yance Nawipa, M.Th.
Dalam penguraian sempat penulis beberkan berbagai permasalahan yang terjadi di Papua. Diantaranya mengenai kehidupan social masyarakat asli Papua yang selalu terbelakang, padahal mereka hidup ditanah kelahiran mereka. Dan otonomi khusus yang telah nyata-nyata membuat orang Papua buta dan menutup mata dengan giuran uang otsus yang triliunan rupiah.
Namun alangkah kagetnya, ketika membuka surat elektronik (e-mail) yang menghiasi kotak masuk. “tulisan anda dengan judul Papua di Ambang Kehancuran mendapat komentar dari pembaca” demikian bunyi kotak masuk yang tertera di e-mail saya.
Dengan tergesa-gesa, berharap komenatar itu dapat membangkitakan semangat, saya pun membuka kabar Indonesia. alangkah kagetnya, komentar pedas yang seakan-akan menyudutkan penulis tertera didalamnya. Dan yang agak menyaktikan adalah pengomentar tidak menulis nama lengkap, seraya menerapkan nama samaran saja.
Peter adalah nama samaran dari pengomentar itu. Menurutnya permasalahan yang telah saya uraikan itu adalah pandangan yang berlebih-lebihan. Demikina kutipan komentar singkat.
Kami sebagai pembaca ingin sekali mendengar analisa penulis soal Otsus. Seberapa banyak dia tahu proses, prosedur, masalah-masalahnya, dst. Jangan mengenalisir dengan mengatakan dana tersebut dikorupsi. Tunjukkan korupsi itu seperti apa, di tingkat apa, bagaimana kaitannya dengan situasi histories di Papua ,dst. Kalau tidak, ini hanya lagu lama: hiperbolik.
Saya salut saudara “peter” yang dengan berani mengomentari tulisan saya secara blak-blakan tanpa memandang usia, status maupun jabatan. Dana saya yakin ini suatu langkah bagus yang diambil supaya tercipta seorang jurnalisme yang baik, efektif serta independent.
tetapi bagaimanapun, apapun yang telah kita muat dalam suatu media, baik media masa maupun media elektronik harus di pertanggungjwakan kebenarannya agar semua konsumen tidak terprovokasi oleh isu-isu yang tidak berntanggung jawab. Dan saya rasa dalam hal ini saya tidak salah, karena sayapun menyampaikan komentar yang ajukan, tetapi saya sebagai pemuat berita rasa sangat bertanggun jawab sekali.
Keakuratan data megenai korupsi ditanah Papua.
Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi berunjuk rasa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak segera menyelidiki para pejabat lokal Papua yang diduga menilap dana Otonomi Khusus Papua. Selama 7 tahun terakhir dana Otonomi Khusus Papua yang dikorupsi pejabat lokal Papua mencapai Rp 6 triliun per tahun.
Menurut catatan Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi, setidaknya 14 bupati, bekas bupati, dan wali kota diduga terlibat korupsi penyaluran dana Otsus Papua. Mereka di antaranya Soleman Daut Betawi (Bupati Yapen Waropen), Onesimus Ramand Y (Bupati Waropen), Yusak Yaluwo B (Bupati Bovendigoel), Philip Wona (bekas Bupati Yapen Waropen), YP Wanane (bekas Bupati Sorong), dan Y Yumame (Wali Kota Sorong).
Gubernur Papua, Barnabas Suebu mengatakan uang otonomi khusus yang dikorupis oleh pejabat kurang lebih
Bas : 90% dana otsus lenyap tanpa sepengetahuan (dimakan rayap kali)
Ini adalah pandangan yang berlebih-lebihan, yang melulu berdasarkan telaah teologis yang sangat sempit, seolah pemerintahan bisa dibedah dengan definisi baik-buruk religius. Ada banyak sekali masalah di Papua. Semua pihak terlibat.
Tapi ada juga begitu banyak perkembangan di Papua yang banyak orang justru menutup mata ataupun terlalu dangkal dalam analisa namun berkoar-koar pandangannya seakan pakar sosial.
Mengatakan Papua di ambang kehancuran adalah contoh betapa takaburnya seseorang. Seakan orang-orang di Papua dan di luar Papua buta dengan berbagai masalah dan juga berbagai terobosan serta perkembangan nyata di sana.
Termasuk dana Otsus yang seringkali dijadikan ukuran tanpa analisa yang memadai. Apakah karena ada sejumlah pejabat korupsi ataupun terjadi korupsi secara berjenjang di Nabire berarti seluruh Papua nyaris rata dengan tanah?
KAmi sebagai pembaca ingin sekali mendengar analisa penulis soal Otsus. Seberapa banyak dia tahu proses, prosedur, masalah-masalahnya, dst. Jangan mengenalisir dengan mengatakan dana tersebut dikorupsi. Tunjukkan korupsi itu seperti apa, di tingkat apa, bagaimana kaitannya dengan situasi historis, dst.
Kalau tidak, ini hanya lagu lama: hiperbolik!
Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah di
Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi berunjuk rasa di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi mendesak segera menyelidiki para pejabat lokal Papua yang diduga menilap dana Otonomi Khusus Papua. Selama 7 tahun terakhir dana Otonomi Khusus Papua yang dikorupsi pejabat lokal Papua mencapai Rp 6 triliun per tahun.
Menurut catatan Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi, setidaknya 14 bupati, bekas bupati, dan wali kota diduga terlibat korupsi penyaluran dana Otsus Papua. Mereka di antaranya Soleman Daut Betawi (Bupati Yapen Waropen), Onesimus Ramand Y (Bupati Waropen), Yusak Yaluwo B (Bupati Bovendigoel), Philip Wona (bekas Bupati Yapen Waropen), YP Wanane (bekas Bupati Sorong), dan Y Yumame (Wali Kota Sorong). Bisa dilihat di (http://www.vhrmedia.com/vhr-news/berita,Tiap-Tahun-Rp-6-Triliun-Dana-Otsus-Papua-Dikorup-1585.html)
Menurut Dorus Wakum, Koordinator Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi, para pejabat lokal umumnya terlibat berbagai kasus korupsi. Seperti penggelembungan dana pengadaan barang sampai penyalahgunaan dana Otsus. "Kami meminta KPK segera mengambil alih kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah bupati dan wali kota. Tangkap dan periksa mereka yang sudah terindikasi korupsi," kata Dorus di kantor KPK Jakarta, Rabu (9/4).
Dia menyayangkan sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang cenderung takut mengeluarkan izin pemeriksaan terhadap para pejabat daerah yang terindikasi terlibat pidana korupsi. Menurut dia, penyelidik dan penyidik di Papua selama ini lamban menangani kasus korupsi. "Padahal dana Otsus diberikan selama 25 tahun ke depan. Kalau sampai tahun ke tujuh masih terus dicuri tanpa ada pemerataan pembangunan, mungkin orang seperti kami ini akan tersingkir di tanah sendiri," katanya.
Jika dalam beberapa minggu ke depan KPK tidak menindaklanjuti laporan dugaan korupsi itu, Gerakan Masyarakat Adat Papua Anti Korupsi akan menyampaikan hal itu kepada masyarakat internasional. Mereka akan meminta masyarakat internasional mengintervensi hukum dan politik Indonesia agar segera menyelesaikan masalah di Papua.
Selain itu, mereka akan menyerukan kepada masyarakat Papua dan seluruh masyarakat Indonesia agar melakukan boikot Pemilu Presiden 2009 jika masalah Papua tidak segera diselesaikan. "Selama ini Presiden janji-janji saja. Kalau tidak bisa juga, lebih baik kami diberi kemerdekaan daripada tertindas. Kalau hukum tidak berpihak pada kami, lebih baik merdeka saja," kata Dorus Wakum. (E1)
• 13 Mei 2008
Ribuan Mahasiswa Turun Jalan Tolak BBM Naik
1 Komentar
1. yale gweaknindi
18 April 2008 pukul 15:39
PELAYANAN PEMBAGUNAN JAYAWIJAYA DALAM ERA OTONOMI SEMAKIN KURANG JELAS .
Dana bersumber dari otosu ,DAK dan DAu yang masuk di kabupaten jayawijaya mencapai milyaran rupiah namun kenyataan yang kita lihat tidak ada perubahan yang signifikan ,Walaupun Vulume dananya cukup banyak tapi volume prencanaan dan pengunaan dana sangat kecil kemanakah? miliyaran rupiah yang kurang jelasnya jejak itu..?
terutama bidang kesehatan baik itu pelayanan dalam manajemen maupun klinik kurang jelas karena semuan dana yang turun untuk meningkatkan mutu pelayanan dan peningkatan sarana dan prasarana bidang kesehatan hanya tenggelam di dinas kesehatan dan indikasi sangat kuat karena adanya mafia korupsi yang berputar di dinas kesehatan kabupaten jayawijaya ,yang setingannya diatur oleh beberapa oranf dinas kesehatan sehingga perluh adanya tinjau kembali sem,ua dana yang turun ke dinas kesehatan kabupaten jayawijaya .
.dalam pengajuman proposal dari dinas ke pemda jayawijaya jumlahnya cukup banyak namun setelah pengesahan dana semua proyek baik itu dana untuk program maupun fisik kabur dengan mengunakan SPPD palsu yang di buat didinas kenyataannya tidak turun pelayanan ke daerah sesuai dengan proposal proyek yang di ajukan .
kami harapkan perluh adanya membongkar mafia korupsi di dinas kesehatan yang berakibat masyarakat jayawijaya terutama daerah terpencil sama sekali tidak sentu dan belum pernah merasakan dana otsus itu yang bentuknya seperti apa ..
penulis sebagai sfat dinas dan sebagai pengelolah satu satu puskesmas pedalaman jayawijaya berita,Tiap-Tahun-Rp-6-Triliun-Dana-Otsus-Papua-Dikorup-1585.html
Sabtu, 07 Juni 2008
Menjawab Komentar Saudara “peter”
Menjawab Komentar Saudara “peter”
2008-06-07T05:47:00-07:00
olija
Langganan:
Posting Komentar (Atom)