Sabtu, 07 Juni 2008

Guru Ujung Tombak Pendidikan

Guru Ujung Tombak Pendidikan
Oleh : Putra.Tatiratu
KabarIndonesia - Asian Reader's Digest (Agustus 2007) memuat artikel menarik. Judulnya Celebrate Human Spirit! berisi penelitian seputar kejujuran.

Bayangkan bila kita melihat HP tergeletak di meja restoran. Syahdan cell phone itu berdering. Apa yang akan kita lakukan? Menjawab panggilan atau segera memasukkannya ke saku? Hasilnya sungguh menakjubkan karena 2/3 responden dari seluruh Asia memilih The Right Thing alias mengembalikan HP tersebut kepada pemiliknya.


Ironisnya, dunia pendidikan nasional justru melupakan nilai keutamaan tersebut. Misal tatkala Ujian Nasional (UN) kunci jawaban beredar via sms, para siswa menuliskannya di kertas-kertas kecil yang terselip di bawah rok/celana bahkan ada guru yang mendiktekannya di muka kelas.

Menurut hemat penulis, sistem UN memang berpotensi menyebabkan disintegrasi dunia pendidikan secara keseluruhan. Kenapa? karena untuk mencapai hasil akhir (baca lulus UN), para murid cenderung tidak menghargai proses.

Sepanjang semester para siswa asyik berleha-leha sebab berasumsi kelak akan menerima bocoran. Anak-anak bangsa melupakan petuah leluhur, "Jer basuki mawa bea". Dalam konteks persekolahan berarti kalau ingin sukses lulus ujian ya musti berkorban waktu dan energi untuk belajar.

Sebaliknya, para pengajar pun melupakan amanah UU Guru dan Dosen No. 44/2005 butir 9. Yakni untuk meningkatkan pelayanan pendidikan yang bermutu. Kenapa? karena gaji mereka mepet sehingga terpaksa nyambi di luar. Apalagi ditambah prilaku anak yang bandel dan malas mengerjakan tugas karena lebih senang menonton sinetron.

Situasi ini bila terus berlanjut niscaya menimbulkan stres dan menyebabkan depresi dalam diri para guru sehingga tidak mampu berfikir jernih. Padahal dalam institusi pendidikan - meminjam istilah Lawrence Kohlberg - guru ialah ujung tombak pendidikan.

Sedikit sharing, penulis rutin menjadi sukarelawan dalam acara Mengajar Tanpa Dihajar Stres (MTDS) yang diadakan oleh Forum Kebangkitan Jiwa (FKJ).

Pelatihan managemen stres ini digagas oleh Anand Krishna dan diampu para fasilitator yang berpengalaman di bidangnya masing-masing. Terakhir program sosial tersebut digelar di Surakarta pada 11 Mei 2008 lalu dan diikuti puluhan guru dari SMK Marsudirini.

Melalui latihan praktis yang tertuang dalam buku Self Empowerment (PT. One Earth Media, 2005) para peserta MTDS difasilitasi untuk memberdaya diri dan mengubah pola hidup sehari-hari agar lebih kreatif, inovatif dan tas-tes (baca: efektif-efisien).

Langkah kecil ini sekedar persembahan bagi para guru yang telah mendidik anak-anak bangsa hingga menjadi dewasa seperti saat ini. Salam Indonesia!